Sabtu, 24 September 2011

Mata Air Keluhuran



Oleh : M. Anis Matta,Lc.

Galau benar hati sang raja. Putra mahkotanya ternyata seorang pemuda pemalas. Apatis. Talenta raja – raja tidak terlihat dalam pribadinya. Suatu saat sang raja menemukan cara mengubah pribadi putranya : the power of love.
Sang raja mendatangkan gadis – gadis cantik ke istananya. Istana pun seketika berubah jadi taman : semua bunga mekar disana. Dan terjadilah itu. Sesuatu yang memang ia harapkan : putranya jatuh cinta pada salah seorang diantara mereka. Tapi kepada gadis itu sang raja berpesan, “Kalau putraku menyatakan cinta padamu, bilang padanya, “Aku tidak cocok untukmu. Aku hanya cocok untuk seorang raja atau seseorang yang berbakat jadi raja”.
Benar saja. Putra mahkota itu seketika tertantang. Maka iapun belajar. Ia mempelajari segala hal yang harus diketahui seorang raja. Ia melatih dirinya untuk menjadi raja. Dan seketika talenta raja – raja meledak dalam dirinya. Ia bisa, ternyata. Tapi karena cinta.
Cinta telah bekerja dalam jiwa anak itu secara sempurna. Selalu begitu : menggali tanah jiwa manusia, sampai alam, dan terus ke dalam, sampai bertemu mata air keluhurannya. Maka meledaklah potensi kebaikan dan keluhuran dalam dirinya. Dan mengalirlah dari mata air keluhuran itu sungai – sungai kebaikan kepada semua yang ada di sekelilingnya. Deras. Sederas arus sungai yang membanjir, desak mendesak menuju muara. Cinta menciptakan perbaikan watak dan penghalusan jiwa. Cinta memanusiakan manusia dan mendorong kita memperlakukan manusia dengan etika kemanusiaan yang tinggi.
Jatuh cinta adalah peristiwa paling penting dalam sejarah kepribadian kita. Cinta, kata Quddamah, mengubah seorang pengecut menjadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut. Kalau cinta kepada Allah membuat kita mampu memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada manusia atau hewan atau tumbuhan atau apasaja, mendorong kita mempersembahkan semua kebaikan yang diperlukan orang atau binatang atau tanaman yang kita cintai. Jatuh cinta membuat kita mau merendah, tapi sekaligus bertekad penuh untuk menjadi lebih terhormat.
Cobalah simak cerita cinta Letnan Jendral Purnawirawan Yunus Yosfiah, yang suatu saat ia tuturkan pada saya dan beberapa kawan lain. Ketika calon istrinya menyatakan bersedia hijrah dari katolik menuju islam, ia bergetar hebat. ”Kalau cinta telah mengantar hidayah pada calon istrinya,” katanya membatin, ”Seharusnya atas nama cinta ia mempersembahkan sesuatu yang istimewa padanya.” Ia sedang bertugas di Timor Timur saat itu. Maka ia berjanji, ”Besok aku akan berangkat untuk sebuah operasi. Aku berharap bisa memeprsembahkan kepala dedengkot Fretilin untukmu.” Tiga hari kemudian, janji itu ia bayar lunas.
Gampang saja memahaminya. Keluhuran selalu lahir dari mata air cinta. Sebab, ”cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintrainya”, kata Ibnu Qoyyim.

(Dari majalah Tarbawi edisi 81 Th.5/Shafar 1425 H/2 April 2004 M)

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

Celoteh Bebas. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com